Transisi ke kendaraan listrik (EV) telah meningkatkan permintaan terhadap nikel, komponen penting dalam baterai lithium-ion. Nikel meningkatkan kepadatan energi dan efisiensi baterai, menjadikannya material utama untuk masa depan transportasi berkelanjutan. Namun, perjalanan dari ekstraksi nikel hingga penggunaannya dalam baterai EV melibatkan beberapa tahap yang kompleks, yang masing-masing memerlukan praktik yang bertanggung jawab untuk memastikan keberlanjutan lingkungan dan ekonomi.
Ekstraksi dan Pengolahan Nikel
Nikel terutama diekstraksi dari dua jenis endapan bijih: laterit dan sulfida. Bijih laterit ditemukan di daerah tropis seperti Indonesia dan Filipina, sementara bijih sulfida ditambang di negara-negara seperti Kanada dan Rusia. Proses pertambangan melibatkan ekstraksi bijih dan pengolahan melalui metode pelindian asam bertekanan tinggi (HPAL) atau pirometalurgi.
- High-Pressure Acid Leaching (HPAL): Proses ini umum digunakan untuk bijih laterit, di mana asam sulfat digunakan untuk mengekstraksi nikel dan kobalt. HPAL memerlukan energi tinggi tetapi memungkinkan tingkat pemulihan logam yang lebih tinggi.
- Pirometalurgi: Digunakan terutama untuk bijih sulfida, proses ini melibatkan peleburan dan pemurnian untuk mendapatkan nikel dengan kemurnian tinggi.
Setelah diekstraksi, nikel diproses lebih lanjut menjadi nikel sulfat, bahan prekursor penting dalam pembuatan baterai.
Peran Nikel dalam Produksi Baterai EV
Nikel merupakan komponen inti dari Nickel-Manganese-Cobalt (NMC) dan Nickel-Cobalt-Aluminum (NCA) pada katoda baterai, yang banyak digunakan dalam EV. Kandungan nikel yang lebih tinggi dalam baterai meningkatkan kepadatan energi, memungkinkan kendaraan menempuh jarak lebih jauh dalam sekali pengisian daya.
Tesla, misalnya, semakin banyak mengadopsi kimia baterai dengan kandungan nikel tinggi untuk meningkatkan kinerja kendaraan. Selain itu, baterai berbasis nikel mengurangi ketergantungan pada kobalt, yang sering dikaitkan dengan masalah etika dalam pertambangan di beberapa wilayah.
Keberlanjutan dan Pertimbangan ESG
Dampak lingkungan dari pertambangan dan pengolahan nikel telah menimbulkan kekhawatiran terkait degradasi lahan, pencemaran air, dan emisi karbon. Untuk mengatasi masalah ini, perusahaan dan pemerintah menerapkan kebijakan Environmental, Social, and Governance (ESG) yang lebih ketat, termasuk:
- Reforestasi dan Rehabilitasi Lahan: Perusahaan seperti Vale dan BHP berinvestasi dalam pemulihan ekosistem pasca-pertambangan.
- Produksi Nikel Netral Karbon: Upaya dekarbonisasi pemurnian nikel, seperti penggunaan energi terbarukan dalam operasi pertambangan.
- Transparansi Rantai Pasokan: Penerapan inisiatif sumber daya yang bertanggung jawab untuk memastikan praktik pertambangan yang etis.
Global Battery Alliance bekerja menuju sumber daya nikel yang berkelanjutan guna mendukung visi transisi energi hijau secara lebih luas.
Kesimpulan
Nikel memainkan peran penting dalam kemajuan teknologi EV, memungkinkan efisiensi baterai yang lebih tinggi dan jarak tempuh yang lebih jauh. Seiring dengan meningkatnya permintaan, memastikan pertambangan yang bertanggung jawab, pengolahan yang berkelanjutan, dan praktik sumber daya yang etis akan menjadi kunci dalam mendukung transisi global ke energi bersih. Dengan inovasi dan langkah-langkah regulasi yang diterapkan, perjalanan nikel dari tambang hingga baterai EV dapat berkontribusi pada masa depan yang lebih berkelanjutan dan terelektrifikasi.
References:
- International Nickel Study Group. (2023). Nickel Market Overview. Retrieved from https://www.insg.org
- Tesla. (2023). Tesla Battery Day Announcements. Retrieved from https://www.tesla.com
- Benchmark Mineral Intelligence. (2023). The Role of Nickel in EV Batteries. Retrieved from https://www.benchmarkminerals.com
- World Economic Forum. (2023). The Global Battery Alliance and Sustainable Sourcing. Retrieved from https://www.weforum.org